Mu’assis Thoriqoh Tijaniyyah ini adalah wali khatmi wal katmi Sayidisy Syaikh Abul ‘Abbas Ahmad bin Muhammad At-Tijani Radliallahu ‘anhu (1150-1230 H). Jalur nasab ayahnya bersambung sampai kepada Sayidina Hasan As-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib radliallahu anhum.
Ada 2 fenomena yang mengawali gerakan tarekat Tijaniyah di Indonesia, yaitu pertama, kehadiran Syaikh Ali bin Abdullah at-Thayyib, dan kedua, adanya pengajaran tarekat Tijaniyah di Pesantren Buntet Cirebon. Tarekat Tijaniyah diperkirakan datang ke Indonesia pada awal abad ke-20 (antara 1918 dan 1921 M). Cirebon merupakan tempat pertama yang diketahui adanya gerakan Tijaniyah.
Thoriqoh merupakan salah satu amaliyah keagamaan dalam Islam yang sebenarnya sudah ada sejak jaman Nabi Muhammad SAW. Bahkan perilaku kehidupan Beliau sehari-hari adalah praktek kehidupan rohani yang dijadikan rujukan utama oleh para pengamal thoriqoh dari generasi ke generasi sampai sekarang ini.
KH. Ahmad Anshari: Menulis Syarah Burdad 162 Jilid
Ia seorang muqaddam Tarekat Tijaniyah yang mendirikan dan mengasuh lebih dari 60 zawiyah, pengasuh pondok pesantren, penulis buku agama, pengusaha, dan pendakwah.
Penampilannya selalu rapi dengan busana baju muslim serta peci putih di kepala dan bersarung. Dialah K.H. Ahmad Anshari bin Hasan Basri Al-Banjari. Pria kelahiran Banjarmasin pada 16 November 1956 ini dikenal sebagai pengusaha travel biro untuk pemberangkatan haji dan umrah. Dia juga seorang muqaddam tarekat Tijaniyah yang melayani lebih dari 60 zawiyah di Kalimantan, Bangka, dan Batam.